Diposting 27 Jan 2021 di Environment
Tahukah Anda darimana kata plastik berasal? Kata plastik berasal dari bahasa Yunani āplastikosā yang berarti ādapat dibentuk atau dicetakā. Jika dilihat dari asal-usul penamaan material yang satu ini, maka tidak heran bila plastik dianggap sebagai salah satu material paling serbaguna.
Kehidupan modern kita saat ini sangat erat dengan plastik. Mulai dari kemasan produk, alat elektronik, alat kesehatan, sampai transportasi, semuanya memiliki komponen yang terbuat dari material plastik. Namun, memang tidak dapat dipungkiri sifat plastik yang membutuhkan waktu relatif panjang untuk terurai menjadi satu tantangan tersendiri bagi keberlanjutan lingkungan.
Plastik memiliki peran integral dalam perekonomian global. Hal itu berarti bahwa solusi atas permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan plastik tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Dengan kata lain, perlu adanya usaha kolektif untuk menyelesaikannya.
Banyak yang mengatakan bahwa permasalahan āpolusi plastikā saat ini telah mencapai puncaknya. Penggunaan plastik terus meningkat sudah sejak sekitar tahun 1950an. Menurut data yang disajikan oleh Statista, setiap tahunnya terdapat 348 juta ton plastik yang diproduksi di seluruh dunia, dan hanya sebagian kecil darinya yang didaur ulang.
Berdasarkan wacana tersebut, saat ini konsumen semakin memiliki kesadaran untuk mengubah perilakunya terhadap penggunaan plastik. Konsumen millennials, khususnya, memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap brand yang mereka gunakan terkait dampak dari produknya terhadap keberlanjutan lingkungan. Bahkan menurut studi yang dilakukan oleh Nielsen, 73% dari grup tersebut rela untuk mengeluarkan uang lebih untuk membeli produk yang lebih āramah lingkunganā.
Pergeseran perilaku tersebut tentu saja ditanggapi oleh para perusahaan penyedia produk dengan jalan menawarkan produk yang hanya berbahan dasar material hasil daur ulang, atau yang bisa didaur ulang. Contoh konkretnya bisa diambil dari bagaimana saat ini banyak restoran dan cafe yang tidak lagi menyediakan sedotan plastik, dan menggantinya dengan sedotan berbahan dasar stainless steel. Beberapa usaha tersebut menjadi semacam sinyal positif bagi masalah yang sedang dihadapi, walaupun memang masih jauh dari cukup.
Fakta yang berlaku saat ini adalah bahwa masih kurangnya insentif finansial bagi pebisnis yang menggunakan material daur ulang. Plastik virgin yang tersedia di pasaran juga cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan plastik daur ulang.
Ditambah lagi, membuang plastik yang baru digunakan sekali saja juga masih merupakan kebiasaan yang lazim. Plastik yang terbuang tersebut nantinya akan bermuara di lautan, terurai menjadi mikro plastik dan terkonsumsi oleh binatang dan bahkan manusia.
Tentu penerapan sikap anti-plastik bukanlah solusi yang bijak. Begitu populernya material plastik saat ini tentunya memiliki alasan tersendiri, bahwa plastik masih memiliki peran vital bagi kehidupan sehari-hari.
Begitupun usaha daur ulang dan penggunaan ulang, yang hanya merupakan bagian kecil dari solusi yang dibutuhkan. Solusi yang menyeluruh mengenai tata pemanfaatan plastik yang lebih baik hanya dapat dicapai dengan kolaborasi antara pembuat kebijakan, perusahaan penyedia produk dan konsumennya.
Circular Economy, atau Ekonomi Sirkular, menjadi salah satu pendekatan yang cocok untuk mengatasi masalah ini. Ekonomi sirkular sendiri merupakan sistem yang didesain restoratif dan regeneratif. Artinya, bahan-bahan yang digunakan tetap berputar dalam sebuah sistem lingkaran tertutup, bukan hanya digunakan sekali dan kemudian dibuang.
Sistem ekonomi ramah lingkungan yang diadopsi dari Eropa ini berupaya mempertahankan nilai produk agar dapat digunakan berulang-ulang tanpa menghasilkan sampah (zero waste) melalui tiga cara: daur ulang (recycle), penggunaan kembali (reuse) dan produksi ulang (remanufacture).
Sederhananya, terdapat 3 jalan yang dapat diterapkan untuk mencapai ekonomi sirkular:
Sejatinya ekonomi sirkular berfokus pada bagaimana sumber daya alam dapat digunakan dengan lebih baik, dan cara paling sederhana untuk mencapainya adalah dengan mengurangi konsumsi.
Bukan hanya sekedar mengurangi jumlah konsumsi, menerapkan ekonomi sirkular juga berarti lebih bijak dalam mengonsumsi. Bagi konsumen, usaha ini bisa dilakukan dengan memilih produk yang terbuat dari bahan baku daur ulang, atau yang bisa digunakan kembali.
Dua usaha di atas tidak akan menimbulkan dampak yang signifikan tanpa adanya perubahan sistemik pada model ekonomi yang berlaku. Hal ini dibutuhkan sehingga keberlanjutan lingkungan tidak hanya bergantung pada preferensi konsumen.
Pembuangan plastik bukan hanya permasalahan lingkungan saja, melainkan juga permasalahan ekonomi. Diperkirakan kerugian yang dihasilkan dari praktik pembuangan plastik saat ini mencapai 120 miliar USD setiap tahunnya. Namun, hal ini menjadi indikasi bahwa terdapat peluang yang cukup besar bagi pihak manapun yang dapat mengurangi jumlah limbah plastik dan memaksimalkan nilai produknya.
Sebuah studi berkesimpulan bahwa penerapan pendekatan ekonomi sirkular dapat membuka banyak lapangan kerja. Hal tersebut dimungkinkan karena daur ulang merupakan aktivitas yang cukup labour-intensive. Selain itu, dibutuhkan juga tenaga ahli dalam proses remanufacturing. Dengan begitu, lapangan kerja baru akan tercipta pada beberapa sektor industri, baik pada skala kecil, menengah, maupun besar.
Tokoplas merupakan pasar digital resin/ biji plastik pertama dan terbesar di Indonesia yang memfasilitasi transaksi antara penjual dan pembeli resin/biji plastik dengan informasi yang lengkap, transparan, dan harga yang bersaing.
Temukan resin/biji plastik kebutuhan Anda hanya di Tokoplas!